KEBERSERAHAN DIRI


DAMAI SEJAHTERA

BLOG INI HANYA UNTUK MANUSIA YANG MENDAMBAKAN PERDAMAIAN DUNIA KHUSUSNYA ANAK-ANAK ABRAHAM AGAR TERCIPTANYA SEBUAH SYSTEM KEHIDUPAN KEBERSERAHAN DIRI, DAMAI DAN SEJAHTERAH

Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat/firman (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tiada kita abdi kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah." Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)."

Laman

Rabu, 17 Maret 2010

FATWA KIAMAT

Jalan raya mulai terlihat retak disusul oleh gempa yang menghenyakkan ketenangan penduduk. Bumi seolah hendak berpisah antara bagian satu dengan lainnya. Kerusakan yang ditimbulkan sangat dahsyat hingga membuat miris dan membangkitkan bulu roma ketika banyaknya mobil dan rumah jatuh ke dalam jurang bumi yang ambles karena fenomena alam itu.
Longsor dan ledakan dari dalam bumi menimbulkan gelombang tsunami setinggi 1,5 km lebih, ia menerpa apapun yang menghalangi. Tragisnya banyak orang yang tak menyangka kedatangan fenomena alam tersebut karena datangnya secara tiba-tiba, hingga tak sedikit manusia menjadi korban.
Gedung-gedung bertingkat bagaikan tumpukan kartu yang dirontokkan, rumah-rumah ibadah tak luput dari hantaman amukan alam, langit seakan mau runtuh menimpa bumi, membuat yang menyaksikan ikut merasakan dahsyatnya kehancuran diawali oleh ledakkan matahari yang lebih dahsyat dari biasanya. Peristiwa ini hanya dapat disaksikan dalam sebuah film karya sutradara Roland Emmerich dengan efek khusus yang berjudul 2012; tahun dikala fenomena alam dahsyat akan terjadi pada 21 desember 2012 sebagaimana ramalan suku maya di mexico.
Saya tidak akan membahas bagaimana serunya cerita dan animasi hidup yang ditampilkan dalam film itu. Hanya saja setelah beredarnya film itu di bioskop-bioskop tanah air, banyak tanggapan dan hujatan yang muncul. Baik dari masyarakat umum yang setuju dan tidak setuju dengan penggambaran kiamat dalam film itu, ahli geologi yang mendukung dan tidak sepakat, maupun ahli-ahli agama yang merespon secepat kilat tentang berita datangnya kiamat dalam sajian fantasi. Amat dahsyat pengaruh film ini sehingga menelurkan fatwa untuk melarang masyarakat menonton film ini. Seolah ia akan membuat masyarakat menjadi penganut aliran sesat karena percaya pada film yang dipoles oleh sutradara The day After yang juga fenomenal.
Tindakan mengeluarkan fatwa pelarangan menonton film seperti 2012 mungkin tujuannya untuk membentengi kepercayaan masyarakat karena mudahnya terpengaruh oleh sesuatu yang baru dan mengejutkan kesadaran. Tetapi bukankah dengan melarang masyarakat untuk menyaksikan hal yang baru dan belum terbukti efek baik-buruknya, serta mencap sesuatu tanpa dasar yang rasional, adalah pertanda bahwa yang melarang tidak memiliki konsep yang kuat? Jika punya konsep yang kuat, tidak perlu repot untuk memagari aqidah masyarakat, sebab konsep yang kuat akan bercokol menepis segala pengaruh buruk yang menerpanya? Sesuatu yang salah (bathil) akan dengan sendirinya hilang seiring datangnya yang Benar (haq). Jika pudarnya konsep hari kiamat yang pernah dijajakan karena fantasi seni para pembuat film tadi, bisa jadi kepercayaan itulah yang diragukan keteguhannya.
Lagipula, sudah kah dihitung berapa persen orang-orang yang mematuhi fatwa anti film itu? Atau jangan-jangan mereka takut film itu akan membuat masa bertepuk sorai bagi perbuatan yang jauh panggang dari api antara apa yang mereka dengungkan dengan perbuatannya sehari-hari? Karena mereka belum bisa meyakinkan-menggambarkan kepada masa dengan ilustrasi sedahsyat film berbiaya US$ 200 juta.
Kiamat berasal dari kata dalam bahasa arab yaitu Qooma, Yaqumu, Qiyaman, yang artinya berdiri atau tegak. Jika kata ini dikenakan kepada sebuah benda, maka kata itu berarti berdiri tegak-lurus terhadap bumi sebagai wadahnya. Namun dikala kata ini dikenakan kepada kata kerja atau sifat, maka artinya adalah “terjadi” atau “terwujud”. Maknanya dapat dilihat pada kata “An-aqiymuddien”, tegakkan hukum. Jika kita membuka kitab suci, akan ditemukan kata Yaumiddien yang artinya Hari Pembalasan atau Hari ditegakkannya hukum sebagai balasan atas perbuatan seseorang. Yaitu tegaknya hukum Sang Pencipta menjadi sebuah sistim hidup yang integral dalam dimensi di dunia, dan setelah kematian.
Ahli-ahli agama sering membahas arti Kiamat dalam dimensi yang kedua, yaitu tegaknya hukum Nya pada setelah kematian-setelah tibanya akhir zaman. Pemahaman ini tidak salah dan tidak diragukan, karena segala sesuatu ada batas akhirnya, ada kematiannya. Para nabi sering memperingatkan bahwa hari itu sudah dekat, hari kiamat sudah dekat. Jika hari kiamat hanya diartikan sebagai kehancuran alam semesta, mengapa sudah lebih dari 14 abad kehancuran alam semesta itu belum juga terjadi? Bukankah setiap utusan Nya adalah bibir Nya kepada umat manusia? Mengapa orang-orang yang diperingatkan pada zamannya tidak mengalami kehancuran yang dinubuatkan? Apakah itu berarti bahwa Ia berdusta? Jawabnya Tidak! Sang Maha Pencipta selalu berkata benar, tidak ada satu patah katapun yang bertujuan untuk menipu manusia.
Dimensi Kiamat yang dikisahkan dalam kitab-kitab suci memiliki dua aplikasi; yaitu kiamat di dunia, dan kiamat setelah akhir masa bagi alam semesta. Dimensi kiamat yang dibuktikan oleh para utusan adalah berlakunya hukum Nya di dunia tanpa melalaikan dimensi eskatologi (akhir zaman). Para utusan Nya berhasil memenangkan hukum Sang Maha Pengatur diatas segala hukum bangsa-bangsa.
Pada hari itu orang-orang yang dahulu menentang dan berusaha menjegal perjuangannya akan dibalas sesuai dengan hukum Sang Maha Pengatur (hari penghakiman). Karena menjegal perjuangan utusan Nya, berarti menjegal kemauan Nya. Menghina utusan Nya, berarti menghina Sang Maha Perkasa. Pasti Ia tidak akan tinggal diam dan akan membalas perilaku mereka yang berusaha menggagalkan rencana Sang Juragan untuk “turun” ke muka bumi melalui para utusan sebagai mandataris Nya.
Peristiwa ini diberitahukan kepada orang-orang yang mengimani kedatangan hari tegaknya hukum buatan Sang Maha Pengatur dengan bahasa hikmah; yaitu sebuah bahasa yang memiliki makna dibalik yang tersurat (implisit), disampaikan dengan menggunakan bahasa yang menceritakan fenomena alam semesta. Hebatnya bahasa hikmah ini adalah; apa yang disampaikan dalam makna implisit pasti terjadi, sebagaimana pernah datangnya hari tegaknya hukum pada era para utusan Nya dahulu.
Sedangkan hal yang dikupas dalam bahasa tersurat (eksplisit) juga akan terjadi sebagai sebuah gejolak alam yang terus berproses. Ini disebabkan dinamika alam adalah sebangun dengan dinamika psycho-sosial umat manusia, maka Ia mengambil jembatan bahasa benda-benda alam untuk berbicara kepada manusia yang menyamakan frekwensi kesadarannya sehingga dapat menangkap bahasa hikmah ini. Jauh lebih hebat lagi adalah, sikap orang-orang yang dikisahkan dalam kitab suci, baik yang mengimani bahasa hikmah maupun yang menentang, pasti akan kembali muncul. Tinggal kita berkaca, apakah melakoni kisah orang-orang yang mengimaninya, atau yang menentangnya.
Hampir semua orang percaya bahwa kiamat dalam makna kehancuran alam semesta akan terjadi pada saatnya, walaupun itu didapat dari kepiawaian sang pengkisah dengan sejumlah bumbu pemanis agar enak ditelan. Tetapi kiamat dalam makna bahasa hikmah yang akan ditolak dan ditentang oleh orang-orang yang takut kehilangan penguasaan kebendaannya. Jangan sampai ada sebuah hukum sistemik dapat merubah posisinya yang dirasa sudah ideal. Jangan sampai ada sebuah komunitas solid menjadi merasa benar dengan mengambil alih kekuasaan yang telah dikangkangi dengan susah payah. Karena kisah kiamat di dunia seperti itu -dalam benak mereka- hanya terjadi pada zaman para utusan. Padahal jika diteliti lebih dalam, peristiwa ketidak percayaan itu sudah berulang kali terjadi, dan kiamat yang dikabarkan pun telah berulangkali terjadi, sebagaimana yang dikisahkan dalam kitab-kitab suci.

Sungguh sayang jika masih terganggu oleh fantasi para seniman film yang sesungguhnya ingin memberikan kesadaran untuk introspeksi diri sebagai manusia yang belum siap dalam menyambut kedatangan kiamat dalam makna tersurat, apalagi yang tersirat.
Maka, wajarlah jika fatwa larangan menonton film bergenre kiamat seperti 2012 itu dikeluarkan. Baik dalam pemahaman eskatologi (akhir), apalagi pada kiamat psycho-sosial. Padahal kiamat di dunia itu telah berulangkali dan terus akan terjadi, sebagaimana pernah dilakoni oleh orang-orang yang mengimaninya dahulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar